
Breadcrumbs
JETP dan refleksi ambisi transisi sektor ketenagalistrikan Indonesia
Perlu persyaratan yang lebih spesifik untuk mempercepat pensiun dini batu bara, menyediakan ruang untuk energi terbarukan, dan menyelaraskan dengan 1,5C.
Tersedia dalam: English
Announced Pledge Scenario yang digunakan oleh IEA memberikan informasi yang memadai untuk memahami persyaratan batas emisi JETP untuk sektor ketenagalistrikan Indonesia. Namun, skenario ini sejalan dengan target Emisi Nol Bersih di sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050, yang tidak sesuai dengan target global 1,5C.
Pemerintah dapat mempertimbangkan tiga rekomendasi untuk diskusi JETP yang sedang berlangsung, untuk memitigasi dampak terburuk perubahan iklim dengan langkah-langkah penurunan emisi yang ketat dan membuka pilihan jalur yang lebih baik untuk transisi energi Indonesia.
Pertama, batas emisi JETP menekankan tidak ada PLTU baru di luar pembangkit yang sedang dalam proses pembangunan. Jika pemerintah tetap membangun PLTU yang kini masuk dalam rencana pengembangan – tetapi belum mulai proses konstruksi – di mana PLTU baru ini akan beroperasi pada tahun 2030, maka kapasitas PLTU akan bertambah sebesar 7 GW, yang setara dengan sekitar 38 Mt CO2. Hal ini perlu dikompensasi dengan penghentian PLTU yang ada, dengan jumlah kapasitas yang lebih besar (di luar 5 GW yang direncanakan pemerintah), atau menurunkan produksi listrik PLTU yang masih beroperasi, atau kombinasi keduanya, agar tetap berada di bawah batas emisi. Selain itu, percepatan pengembangan energi terbarukan juga diperlukan untuk menggantikan PLTU dalam sistem ketenagalistrikan Indonesia.
Kedua, JETP harus secara jelas menentukan batas emisi sektor ketenagalistrikan. Penurunan bertahap penggunaan batu bara sebagai bagian dari transisi energi tidak terbatas pada sektor ketenagalistrikan saja. Kesenjangan dalam menangani PLTU captive juga harus dianggap sebagai ancaman bagi target penurunan emisi Indonesia. Total emisi dari PLTU captive yang ada dan yang sedang dalam proses pembangunan dapat mencapai hampir 50 Mt CO2 pada tahun 2030, 17% dari total batas emisi sektor ketenagalistrikan sebesar 290 Mt. JETP memang membatasi emisi sektor ketenagalistrikan dan menyatakan pembatasan PLTU captive. Namun, kesepakatan ini tidak mengetatkan persyaratan emisi PLTU captive. Oleh karena itu, persyaratan tambahan untuk mengurangi emisi batu bara harus ada, sebagai bagian dari kesepakatan JETP Indonesia.
Terakhir, memanfaatkan dukungan finansial adalah kunci untuk mempercepat transisi energi. Seperti yang disebutkan oleh Menteri Keuangan pada COP 26, Indonesia dapat mempercepat target untuk sepenuhnya menghentikan PLTU pada tahun 2040, target yang selaras dengan 1,5C, jika tersedia dukungan pendanaan yang memadai dari masyarakat internasional. Dengan adanya JETP, negara harus menerjemahkan komitmennya ke dalam tindakan yang terukur, menunjukkan bahwa transisi energi Indonesia dapat bergerak lebih cepat dan sejalan dengan target iklim global, 1,5C.
Materi Pendukung
Ucapan Terima Kasih
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap di Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Indonesia
Oleh: Yermia Riezky Santiago / Stok Foto Alamy
Kesepakatan Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP) mengharuskan Indonesia untuk membatasi emisi sektor ketenagalistrikan sebesar 290 million tonnes (Mt) pada tahun 2030, tetapi persyaratan yang lebih spesifik diperlukan untuk mempercepat pensiun dini batu bara dan memberi ruang untuk energi terbarukan.
Ditampilkan di media