![](/app/uploads/2024/03/Image-100_A-coal-mine-in-Indonesia-after-an-explosion-jpeg-aspect-ratio-7-6.webp?w=1920&h=1920&fit=crop)
Breadcrumbs
Mengungkap tantangan emisi gas metana yang tersembunyi di Indonesia
Kurang tepatnya pelaporan emisi gas metana tambang batu bara di Indonesia berisiko melemahkan upaya pemerintah untuk memenuhi komitmen Indonesia terhadap Global Methane Pledge.
Tersedia dalam: English
Sorotan
+12%
Pertumbuhan tahunan rata-rata emisi gas metana tambang batu bara antara tahun 2000 dan 2019
775 Mt
Produksi batu bara Indonesia tahun 2023
1007 kt
Estimasi emisi metana dari pertambangan batu bara Indonesia tahun 2024
Tentang Kami
Laporan ini meneliti tren dan sumber emisi gas metana tambang batu bara (CMM) di Indonesia. Metode estimasi CMM berdasarkan pedoman IPCC ditinjau dan dibandingkan dengan estimasi resmi CMM yang terkini. Estimasi independen juga digunakan sebagai perbandingan untuk menilai kemungkinan terjadinya pelaporan yang kurang sesuai. Kami juga merekomendasikan tindakan-tindakan yang dapat Indonesia lakukan untuk meningkatkan upaya pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) gas metana tambang batu bara, sebagaimana disyaratkan oleh Global Methane Pledge (GMP).
Ringkasan eksekutif
Emisi pertambangan batu bara Indonesia lebih besar dari laporan resmi yang terkini
Indonesia berkesempatan untuk memperoleh manfaat dengan memantau emisi gas metana tambang batu bara secara ketat sebagai bagian dari komitmen untuk Global Methane Pledge, termasuk perbaikan keterbukaan informasi, pemahaman mendalam mengenai tantangan emisi metana, upaya mitigasi yang efektif, peningkatan keselamatan pekerja tambang, dan dukungan terhadap pengembang proyek.
Wira A. Swadana Manajer Program Ekonomi Hijau, Institute for Essential Services Reform (IESR)
Indonesia adalah penandatangan Global Methane Pledge yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas metana sebesar 30% pada tahun 2030. Hal yang menjadi perhatian adalah, emisi ini tidak diestimasikan secara tepat sebagai gas rumah kaca terbesar setelah karbon dioksida. Dengan demikian, laporan ini menjadi acuan penting dalam menganalisis tindakan yang dapat diambil oleh pemerintah dan pemangku kepentingan relevan lainnya untuk memitigasi perubahan iklim, khususnya terkait emisi gas metana.
![](/img/2024/03/Wira-A.-Swadana-1-jpg-aspect-ratio-1-1.webp?w=272&h=272)
Pendahuluan
Memahami tantangan gas metana di Indonesia
Metana adalah gas rumah kaca paling kuat kedua setelah karbon dioksida. Lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia, telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas metana buatan manusia, termasuk yang berasal dari tambang batu bara.
In this chapter:
Metana tambang batu bara (coal mine methane atau CMM) adalah istilah umum untuk semua jenis gas metana yang keluar selama operasi pertambangan dan pasca-pertambangan. Di Indonesia, istilah Coal Bed Methane (CBM) lebih sering digunakan untuk merujuk pada semua jenis gas metana yang diekstraksi dari lapisan batu bara di kerak bumi sebelum kegiatan penambangan dan merupakan sumber bahan bakar non-konvensional yang diakui oleh pemerintah untuk meningkatkan pasokan energi.
Emisi gas metana dari penambangan batu bara bergantung pada beberapa faktor, tetapi tambang batu bara bawah tanah biasanya menghasilkan lebih banyak gas metana dibandingkan tambang terbuka (surface mines) karena lapisan batu bara yang lebih dalam dan peringkat kualitas batu bara (coal rank) yang lebih tinggi. Di tambang bawah tanah, emisi gas metana berasal dari degasifikasi dan sistem ventilasi, sedangkan di tambang terbuka, emisi gas metana dihasilkan pada area permukaan selama ekstraksi batu bara.
Sektor energi mewakili hampir 40% emisi metana antropogenik (buatan manusia) dan pertambangan batu bara mewakili sepertiga dari emisi tersebut. Di antara emisi gas metana dari tambang batu bara, estimasi saat ini menunjukkan bahwa 84% emisi CMM global berasal dari pertambangan bawah tanah. Seiring dengan kemajuan teknik pengukuran melalui satelit, berbagai ilmuwan internasional kini mempertanyakan apakah besaran emisi gas metana dari tambang batu bara terbuka lebih banyak dibandingkan dengan pelaporan terdahulu.
Emisi CMM di Indonesia
Emisi gas metana dari perluasan operasi tambang batu bara masih kurang diperhatikan
Metana dari tambang batu bara adalah sumber emisi di sektor energi Indonesia yang meningkat paling cepat. Namun, laporan emisi CMM Indonesia lebih berpotensi rendah hingga delapan kali lipat dari seharusnya.
In this chapter:
Keberadaan estimasi lain dari berbagai studi independen menjadi landasan ilmiah untuk membantu negara-negara meningkatkan estimasi emisi mereka agar dapat mengambil tindakan iklim yang lebih efektif. Misalnya, Australia meningkatkan faktor emisi metana untuk tambang batu bara terbuka di Queensland setelah adanya asesmen dari studi independen. Demikian pula, Indonesia dapat merujuk pada temuan independen sebelumnya untuk meningkatkan faktor emisi yang spesifik (country-specific emissions factors) untuk emisi gas metana. Hal ini akan memfasilitasi Indonesia untuk mengidentifikasi wilayah dan tambang batu bara yang bertanggung jawab menghasilkan emisi CMM terbanyak serta memudahkan upaya mitigasi yang lebih terfokuskan.
Pelaporan CMM yang belum sesuai
Mengapa pemerintah perlu mengukur kembali estimasi CMM
Estimasi resmi terkini memiliki asumsi dan pemilahan data yang belum sesuai, sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian. Analisis kami menunjukkan bahwa emisi CMM Indonesia terkini setara dengan total emisi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada tahun 2022.
In this chapter:
Rekomendasi kebijakan
Tersedia langkah-langkah praktis untuk memperbaiki pelaporan emisi CMM
Indonesia dapat lebih memahami tantangan yang dihadapi terkait emisi gas metana dengan peningkatan pelaporan, pemantauan, dan verifikasi (MRV) emisi, sehingga upaya mitigasi yang lebih efektif bisa diterapkan. Hal ini juga akan meningkatkan kredibilitas dan mengundang dukungan internasional untuk aksi iklim.
In this chapter:
MRV perlu dilakukan pada tingkat tambang untuk meningkatkan transparansi dan memenuhi tuntutan pemangku kepentingan akan keterbukaan informasi kepada publik. Setiap perusahaan batu bara dengan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) perlu melaporkan emisi GRK dari operasi pertambangan di tingkat tambang, termasuk CMM.
Pendekatan untuk memperkirakan GRK, baik melalui faktor emisi atau pengukuran langsung, harus memprioritaskan transparansi. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM memiliki contoh yang baik tentang bagaimana APPLE Gatrik digunakan untuk melacak emisi dari setiap pembangkit listrik di seluruh negeri. Selain itu, EPA dan National Greenhouse and Energy Reporting memberikan contoh lain tentang bagaimana data emisi tersebut juga tersedia untuk pengawasan publik.
Mengingat bahwa banyak perusahaan pertambangan batu bara besar yang terdaftar di bursa efek, emisi metana dari pertambangan batu bara juga harus dimasukkan ke dalam laporan keberlanjutan mereka. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat memperbarui pedoman pelaporan keberlanjutannya agar selaras dengan Global Reporting Initiative (GRI) 305, yang mencakup emisi fugitif dari sektor energi. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia juga telah mengembangkan pedoman penyusunan laporan keberlanjutan sesuai dengan standar OJK, CDP dan GRI.
Materi Pendukung
Metodologi
Penafian
Kami telah mengidentifikasi berbagai contoh di mana jumlah emisi atau estimasi yang dilaporkan dapat secara signifikan lebih rendah dari jumlah metana yang dihasilkan secara riil. Patut digarisbawahi bahwa informasi ini dimaksudkan untuk tujuan memberikan pengetahuan atau mengedukasi dan tidak boleh ditafsirkan sebagai nasihat keuangan, hukum, atau profesional lainnya.
Data yang disajikan dalam laporan ini didasarkan pada materi yang diuraikan pada bagian setelah ini. Meskipun temuan-temuan tersebut diperoleh dari analisis materi ini, kami tidak dapat menjamin kelengkapan, keakuratan, atau keandalan pernyataan atau representasi yang timbul darinya. Pusat Data dan Informasi Kementerian ESDM telah dihubungi untuk memberikan komentar sebelum laporan ini dipublikasi.
Metodologi
Ember melakukan perhitungan terbalik untuk mengidentifikasi faktor emisi metana dengan membandingkan emisi CMM dalam Third Biennial Update Report (BUR) dengan data produksi batu bara dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia (HEESI). Metode perhitungan dan faktor konversi mengikuti pedoman IPCC terbaru tentang emisi fugitif.
Memperkirakan emisi CMM pada tahun 2024 melibatkan perhitungan emisi permukaan dan bawah tanah. Untuk emisi CMM permukaan, kami menggunakan faktor emisi rata-rata IPCC (1,2 m3/t untuk penambangan dan 0,1 m3/t untuk pascapenambangan). Data produksi batu bara dikumpulkan dari HEESI dan siaran pers dari Kementerian ESDM. Produksi batu bara untuk tambang permukaan pada tahun 2024 diasumsikan sama dengan tahun 2023.
Emisi CMM dari dua tambang batu bara bawah tanah milik Qinfa diperkirakan menggunakan faktor emisi rata-rata IPCC (18 m3/t untuk pertambangan dan 2,5 m3/t untuk pascapertambangan) untuk tambang SDE-1 dengan kedalaman tambang 180 – 410m dan faktor emisi tinggi (25 m3/t untuk pertambangan dan 4 m3/t untuk pascapertambangan) untuk SDE-2 dengan kedalaman tambang 440 – 650m. Emisi CMM dari tambang bawah tanah yang ada tidak diperkirakan dalam studi ini karena tidak tersedianya data.
Kami menggunakan Global Warming Potential (GWP) terbaru dari Laporan Asesmen Keenam, yang menetapkan GWP metana bahan bakar fosil sebesar 29,8. Emisi dari kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2022 bersumber dari laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
We used the latest Global Warming Potential (GWP) from the Sixth Assessment Report, setting the fossil-fuel methane GWP at 29.8. Emissions from forest and land fires in 2022 were sourced from a report by the Ministry of Environment and Forestry (MoEF).
Pedoman IPCC untuk pendekatan tingkat pengukuran (tier approaches)
Ada tiga metode tingkatan untuk memperkirakan emisi gas rumah kaca yang ditentukan dalam pedoman IPCC. Pendekatan Tier 1 adalah pendekatan paling dasar yang memperkirakan emisi gas metana dengan menerapkan data produksi batu bara curah dengan faktor emisi global. Metode sederhana ini memiliki tingkat ketidakpastian tertinggi. Kemudian, pendekatan Tier 2 menggunakan faktor emisi spesifik cekungan atau negara yang mewakili rata-rata emisi metana di masing-masing wilayah. Terakhir, pendekatan Tier 3 menggunakan pengukuran langsung di tingkat fasilitas atau tambang, sehingga menjadi metode yang paling akurat dan sebaiknya diterapkan pada tambang batu bara yang mengandung gas.
Estimasi metana tambang batu bara menggunakan data satelit
Studi yang dilakukan oleh Shen et al menggunakan pendekatan top-down yang menggabungkan pengukuran satelit selama 18 bulan dari data satelit TROPOMI (TROPOspheric Monitoring Instrument) untuk menyesuaikan model inventarisasi GRK, termasuk Global Fuel Exploitation Inventory (GFEI) v1 dan v2, serta Emissions Database for Global Atmospheric Research (EDGAR) v6.
Estimasi metana tambang batu bara dari Global Energy Monitor
Global Energy Monitor (GEM) telah mengembangkan pelacak tambang batu bara untuk memantau lebih dari 4.000 tambang batu bara di seluruh dunia, yang mencakup berbagai status operasional, termasuk lebih dari 400 tambang aktif di Indonesia. Emisi metana tahunan diperkirakan di tingkat tambang dengan menggunakan produksi batu bara tahunan, kandungan metana, dan koefisien faktor emisi. Kandungan gas metana diperkirakan menggunakan model MC2M, yang mengikuti isoterm Langmuir untuk peringkat batu bara yang sesuai (subbituminous, bituminous, dan anthracite) dan pada kedalaman penambangan. Terakhir, koefisien faktor emisi diterapkan untuk memperkirakan emisi metana.
Ucapan Terima Kasih
Apresiasi kami sampaikan kepada Dr. Retno Gumilang Dewi (Institut teknologi Bandung), Indra Setiadi (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia) dan Global Energy Monitor (GEM) atas masukan berharga selama penulisan laporan ini. Eleanor Whittle dan Christiane Yaman berperan penting dalam peninjauan sejawat atas laporan ini. Ardhi Arsala Rahmani dan Rini Sucahyo memberikan kontribusi yang signifikan melalui penyuntingan dan penyempurnaan struktur. Reynaldo Dizon meningkatkan semua aspek visualisasi data.
Gambar sampulTim penyelamat sedang bekerja di tambang batu bara yang meledak di Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia
Oleh: Imago / Alamy Stock Photo