Jepang tinggalkan PLTU Indramayu adalah peluang Indonesia untuk percepat energi terbarukan

Peluang berkomitmen untuk menghentikan PLTU baru, mempercepat energi terbarukan, dan meningkatkan selera investor.

Dr Achmed Shahram Edianto

Asia Electricity Analyst

14 July 2022 | < 1 menit baca

Tersedia dalam:   English


Pembatalan dukungan keuangan Jepang untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu memberi Indonesia peluang berkomitmen untuk menghentikan PLTU baru dan mempercepat energi terbarukan.

Jepang baru-baru ini mengumumkan keputusannya untuk membatalkan dukungan finansial terhadap dua pembangkit listrik berbasis batubara di Bangladesh (PLTU Matarbari 2) dan di Indonesia (ekspansi PLTU Indramayu). Dalam pengumuman tersebut, pemerintah Jepang juga menyampaikan niatnya untuk mendukung negara berkembang dalam transisi menuju masyarakat bebas karbon.

Keputusan tersebut menandakan penguatan komitmen iklim Jepang, bergabung dengan rekan-rekannya di G7 untuk mendorong penghentian penggunaan batubara dan transisi ke energi bersih.

Bagi Indonesia, pembatalan tersebut menawarkan momentum yang tepat untuk menghentikan proyek perluasan PLTU Indramayu sebesar 2.000 MW, karena proyek tersebut sudah dalam kondisi tidak menentu selama beberapa tahun terakhir. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Nasional 2021-2030 (RUPTL) terbaru, status PLTU Indramayu dinyatakan “ditunda karena menyesuaikan dengan kebutuhan sistem” Jawa-Bali, yang menandakan adanya kelebihan pasokan di sistem.

Pengumuman ini segera ditanggapi oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengonfirmasi bahwa PLN telah membatalkan rencana perluasan PLTU Indramayu, hanya beberapa hari setelah pengumuman Jepang. PLN juga menyoroti bahwa inisiatif untuk berhenti mencari dukungan finansial ini adalah bagian dari upaya mencapai net zero pada tahun 2060.

Apakah proyek lain yang tertunda juga akan dihentikan?

Seperti proyek Indramayu, dua PLTU di Jawa dan Bali ditunda dengan alasan yang sama, menyesuaikan kebutuhan sistem. PLTU Banten sebesar 660 MW dan PLTU Jawa sebesar 5 1.000 MW belum memulai proses konstruksi, menurut RUPTL terbaru (2021-2030). Demi konsistensi dengan pernyataan di atas, PLN perlu mempertimbangkan untuk juga menghentikan proyek-proyek tersebut.

PLN memiliki visi untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 dengan mempercepat penyerapan energi terbarukan dan secara bertahap menghentikan pembangkit listrik tenaga batubara. Penghentian PLTU yang belum dibangun dapat mencegah potensi kelebihan pasokan yang membebani sistem PLN. Selain itu, jika tetap dibangun, PLTU yang masih baru tersebut pada akhirnya tetap harus dipensiunkan dini di masa depan, untuk mencapai tujuan NZE 2060.

Tidak ada PLTU baru adalah pilihan yang paling masuk akal

Laporan IPCC terbaru mengonfirmasi bahwa penggunaan batubara global harus dihentikan, agar dunia memiliki harapan untuk mencapai 1,5 derajat. Laporan tersebut juga menggarisbawahi bahwa batubara adalah satu-satunya jenis bahan bakar fosil yang perlu dihapuskan secara bertahap, paling lambat tahun 2050.

Keputusan Jepang atas PLTU Indramayu seharusnya memberi peluang bagi PLN untuk merestrukturisasi rencana pasokan listriknya dalam RUPTL mendatang. Dengan pertimbangan adanya kelebihan pasokan di sistem PLN dan komitmen investor global untuk menghentikan pembiayaan batubara luar negeri, penghentian beberapa PLTU yang belum beroperasi adalah opsi yang paling masuk akal. Indonesia, bagaimanapun, sudah memiliki rencana untuk menerapkan “tidak ada PLTU baru” mulai tahun 2021.

Jika opsi ini dimanfaatkan, PLN dapat menghindari tantangan masa depan yang tidak terhindarkan, yaitu penghentian armada batubara muda seperti PLTU Indramayu, dan menghindari risiko memperlambat atau menunda realisasi rencana Indonesia untuk menghentikan penggunaan batubara sepenuhnya pada tahun 2050.

Oleh karena itu, PLN dapat mengubah hilangnya sumber pendapatan yang tidak menguntungkan ini menjadi peluang untuk memanfaatkan selera investor, termasuk Jepang, untuk mendapatkan pendanaan bagi upaya mempercepat energi terbarukan di Indonesia.