Bagaimana JETP Indonesia dibandingkan dengan jalur nol bersih?

Just Energy Transition Partnership (JETP) menempatkan Indonesia pada jalur nol bersih pada tahun 2060 - tetapi jauh dari jalur yang selaras dengan target 1,5C dan nol bersih pada 2050.

Dr Achmed Shahram Edianto

Asia Electricity Analyst

16 November 2022 | 2 menit baca

Tersedia dalam:   English


JETP Indonesia meningkatkan ambisi negara untuk melakukan dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dan sejalan dengan target nol bersih (net zero) di Indonesia pada tahun 2060. Namun, kesepakatan tersebut tidak memenuhi ambisi yang diperlukan untuk menempatkan Indonesia pada jalur yang selaras dengan target 1,5C dan nol bersih pada tahun 2050.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali – dan di hari yang sama dengan Hari Energi COP27 – Indonesia mengumumkan ‘Just Energy Transition Partnership (atau JETP). Kesepakatan tersebut merupakan sebuah terobosan yang berhasil mengamankan pendanaan sebesar $20 miliar dari AS, Jepang, dan lainnya untuk membantu Indonesia mempercepat transisi dari batubara ke listrik bersih.

Ulasan kami ini membandingkan komitmen tersebut dengan jalur yang diterbitkan oleh International Energy Agency pada September lalu, dalam Peta Jalan Menuju Emisi Nol Bersih pada Sektor Energi di Indonesia yang sangat ditunggu-tunggu. Jelas bahwa JETP menggerakkan Indonesia menuju jalur yang selaras dengan nol bersih pada tahun 2060 – saat ini merupakan komitmen nasional – tetapi belum mencapai tingkat ambisi tertinggi yang diperlukan untuk mencapai target 1,5C seperti yang kami sebutkan dalam komentar kami baru-baru ini.

Apa yang baru?


Komitmen JETP membuat Indonesia memajukan targetnya sepuluh tahun, dari 2060 ke 2050, untuk menghapuskan bahan bakar fosil (unabated fossil fuels) di sektor ketenagalistrikan dan mencapai nol bersih di sektor tersebut.

JETP juga menaikkan porsi listrik berbasis energi terbarukan menjadi 34% pada 2030. Sebelumnya, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hanya menargetkan 23%.

Hal ini menyelaraskan ambisi Indonesia dengan jalur yang disarankan oleh IEA, termasuk rekomendasi target yang perlu dicapai Indonesia untuk menempatkan negara ini di jalur yang tepat, demi mewujudkan ekonomi nol bersih pada 2060.

Apakah cukup untuk 1,5C?


Menurut peta jalan IEA untuk Nol Bersih di Indonesia, rencana tersebut masih terlambat sepuluh tahun untuk mengikuti jalur yang selaras dengan 1.5C. Untuk mencapai ekonomi nol bersih secara keseluruhan pada 2050, Indonesia harus sepenuhnya menghentikan penggunaan bahan bakar fosil pada tahun 2040 dan menargetkan sektor listrik nol bersih paling lambat pada tahun tersebut.

Dalam komentar kami atas laporan IEA, kami menjelaskan bahwa Indonesia sesungguhnya bisa mendekarbonisasi sektor ketenagalistrikannya pada tahun 2040 dan menyediakan pasokan energi yang berkelanjutan, terjangkau, dan aman. Hanya perlu integrasi antara visi pemerintah, komitmen politik, dan implementasinya.

Mempercepat energi terbarukan dalam dekade ini


JETP menetapkan target baru yang ambisius, sebesar 34% listrik berbasis energi terbarukan pada tahun 2030. Pertanyaan wajar berikutnya: apakah ini dapat dicapai?

Pada tahun 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 12% listriknya dari energi terbarukan, termasuk 6% dari tenaga air, 5% panas bumi, dan kurang dari 1% dari tenaga surya, angin, dan bioenergi.

Tenaga surya khususnya, bisa digunakan dengan sangat cepat. Viet Nam memberikan pelajaran yang baik bagi Indonesia. Menurut laporan Ember – Global Electricity Review – hanya dalam dua tahun, dari 2019 hingga 2021, pangsa energi surya dan angin di Viet Nam meningkat dari 3% menjadi 11%, sementara pangsa bahan bakar fosil turun dari 73% menjadi 63%. Demikian pula di Belanda, pangsa energi surya dan angin meningkat dari 14% menjadi 25% hanya dalam dua tahun, dan di Australia, energi surya dan angin meningkat dari 13% menjadi 22%.

Tidak ada batubara baru


Kami berasumsi bahwa kesepakatan saat ini akan memastikan tidak adanya pembangunan pembangkit batubara (PLTU) baru, selain yang sudah termasuk dalam pipeline saat ini hingga 2030.

Terdapat 14 GW PLTU baru dalam pipeline proyek PLN 2021-2030, sebagaimana ditetapkan dalam RUPTL. Setelah itu, pemerintah Indonesia dan PLN telah menyatakan, tidak boleh membangun kapasitas batubara baru.

Hal ini sesuai dengan analisis IEA yang menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada lagi batubara baru setelah pipeline saat ini, untuk menempatkan Indonesia pada jalur nol bersih di sektor listrik pada 2050.

Meski begitu, untuk transisi yang lebih cepat dan selaras dengan 1,5C, IEA menunjukkan bahwa Indonesia tidak boleh membangun batubara baru setelah tahun 2024.

JETP harus menjadi bagian terakhir dari teka-teki untuk mempercepat transisi energinya di Indonesia. Menurut IEA, Indonesia perlu melipatgandakan investasi energi hingga 2030, setara dengan $8 miliar per tahun, untuk mencapai target Nol Bersih 2060. Oleh karena itu, kesepakatan JETP ini datang pada saat kritis bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi bersih dan beralih dari batubara. Langkah penting selanjutnya adalah memastikan implementasinya transparan dan inklusif, sehingga dapat diterapkan dengan baik dan efektif, serta membantu menyediakan kerangka kerja yang sangat dibutuhkan oleh negara.

Dr Achmed Shahram Edianto Analis ketenagalistrikan di Indonesia

Materi Pendukung